Teori penyusunan dan evaluasi program BK

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai masalah yang dimiliki manusia khususnya secara psikis, tentu saja memiliki penyelesaian yang berbeda-beda. Untuk menyelesaikannya pun memerlukan ketepatan dalam mengambil teknik yang digunakan seorang konselor atau psikolog. Dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan psikologis, ada banyak pendekatan-pendekatan yang berguna untuk keselarasan problem solving yang akan diberikan seorang konselor atau psikolog dalam membantu kliennya.
Pendekatan konseling merupakan teori yang mendasari sesuatu kegiatan dan praktik konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena jika kita mempunyai pemahaman berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, maka akan memudahkan kita dalam menentukan arah proses konseling[. Dunia konseling memiliki berbagai macam pendekatan yang dapat dijadikan acuan dasar pada semua praktik konseling. Masing-masing teori tentu saja dikemukakan oleh ahli yang berbeda sehingga penerapan dari pendekatan yang digunakan juga akan terlihat berbeda.
Rumusan Penulisan
Adapun rumusan penulisan untuk mengetahui teori-teori dalam bimbingan konseling dan implementasi teori.


Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan untuk mengetahui teori psikoanalisis, teori humanistik, teori kognitif, dan teori behavioral serta implementasi dari teori-teori tersebut.














BAB II
PEMBAHASAN

Teori Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologi dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisis Sigmund Freud, sebagai orang yang mengemukakan konsep ketidak sadaran dalam kepribadian. Konsep-konsep psikoanalisis banyak memberi pengaruh terhadap perkembangan konseling.
Pada mulanya Freud mengembangkan teorinya tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa. Konsep Freud yang anti rasionalisme sebagai menekankan motivasi tidak sadar, konflik, dan simbolisme sebagai konsep primer. Menurut Freud, kepribadian terdiri dari tiga sistem, yaitu: Id, ego, dan super ego.
Id adalah aspek biologis yang merupakan sistem kepribadian yang asli. Id berfungsi menghindari diri dari ketidak senangan dan mencari atau menjadikan kesenangan atau kepuasan. Ada dua cara Id menghilangkan rasa tidak enak atau mencari kepuasan tersebut, yaitu:
Dengan reflek atau reaksi-reaksi otomatis seperti bersin, mengedipkan mata, dan lain-lain.
Dengan proses primer, misalnya pada waktu lapar maka id membayangkan ada makanan yang lezat.
Ego adalah aspek psikologis yang timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan dengan dunia kenyataan. Ego mempunyai prinsip mereduksikan ketegangan yang timbul dalam organisme sampai ada benda nyata yang sesuai. Jadi ego mempunyai prinsip kenyataan dan melanjutkan proses primer dan proses sekunder.
Perbedaan pokok id dan ego adalah kalau id mengenal bayangan dunia subjektif sedangkan ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada dalam subjektif dan sesuatu yang ada dalam dunia objektif.
Selain itu, ego berfungsi pula mengontrol dan mengendalikan jalan-jalan yang ditempuh id dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dapat dipenuhi. Cara-cara memenuhinya dalam memilih objek-objek yang dapat memenuhi. Didalam melaksanakan fungsi ini, ego selalu mempersatukan pertentangan antara id dan super ego dengan dunia objektif.
Super ego merupakan aspek sosiologis yang mencerminkan nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat yang ada dalam kepribadian individu. Super ego mengutamakan kesempurnaan dari kesenangan dan yang pokok apakah sesuatu itu salah, pantas atau tidak, susila atau tidak. Dengan demikian, pribadi bertindak sesuai dengan moral masyarakat.
Fungsi super ego dalam hubungannya dengan id, dan ego adalah:
Merintangi impuls-impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat dipengaruhi oleh masyarakat.
Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralitas daripada realitas.
Mengejar kesempurnaan.
Dengan demikian, super ego cenderung menentang id maupun ego dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Demikianlah struktur kepribadian menurut Freud, terdiri dari tiga aspek. Hal yang perlu di ingat bahwa aspek-aspek itu hanya nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang berlangsung dengan prinsip yang berbeda satu sama lain. Dalam keadaan biasa ketiga sistem itu bekerja sama dengan diatur oleh ego, kepribadian berfungsi sebagai kesatuan.
Dinamika kepribadian terdiri dari cara bagaimana energi psikis itu didistribusikan serta digunakan oleh id, ego, dan super ego. Oleh karena energi terbatas maka terjadi semacam persaingan dalam menggunakan energi tersebut. Freud berpendapat, bahwa energi psikis dapat dipindahkan dari energi fisiologis dan sebaliknya. Jembatan antara energi tubuh dengan kepribadian ialah id dan insting. Ada tiga istilah yang banyak persamaannya, yaitu insting, keinginan, dan kebutuhan. Insting adalah sumber perangsang somatik dalam yang dibawa sejak lahir. Freud beranggapan bahwa sumber-sumber perangsang dari luar ini memainkan peranan yang kurang penting jika dibandingkan dengan insting.
Psikoanalisis membedakan dua macam gejala gangguan jiwa, yaitu:
Psikoneurose dan psikose. Psikoneurose disebabkan oleh kegagalan ego untuk mengontrol dorongan id, karena ego tidak berhasil memperoleh kesepakatan. Psikoneurose dikelompokan menjadi tidak, yaitu: Histeri, Psikastenia, Reaksi kecemasan.
Psikose dikelompokan menjadi dua macam, yaitu: psikose fungsional dan psikose organic. Psikose fungsional terdiri dari tiga jenis, yaitu: manic-defressive, paranoia, sczephorenia. Psikose organic terdiri dari: impolutional melancholia, Senile and alcoholic psychoses, General parasis.
Proses Konseling
Tujuan psikoanalitik adalah untuk membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar pada diri klien. Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Satu karakteristik konseling psikoanalisis adalah bahwa terapi atau analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak dengan sangat sedikit menunjukan pengalaman dan perasaannya, sehingga dengan demikian klien akan memantulkan perasaannya pada konselor. Selama terapi, klien maju melalui tahapan-tahapan tertentu, yaitu:
Pengembangan suatu hubungan dengan analisis, mengalami krisis penyembuhan, mendapatkan tilikan terhadap pengalaman masa lampau yang tidak disadari.
Pengembangan resistensi untuk lebih memahami diri sendiri.
Pengembangan hubungan transparansi dengan konselor.
Bekerja dengan hal-hal yang resistensi dan tertutup, dan mengakhiri terapi.
Teknik-teknik Terapi
Teknik-teknik dalam psikoanalisis digunakan untuk meningkatkan kesadaran mendapatkan tilikan intelektual ke dalam prilaku klien, dan memahami gejala-gejala yang tampak. Ada lima teknik dasar dalam terapi psikoanalisis, yaitu:

Asosiasi Bebas
Asosiasi bebas adalah satu metode pengungkapan pengalaman masa lampau dan penghentian emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lalu.

Interpretasi
Interpretasi adalah prosedur dasar yang digunakan dalam asosiasi bebas, analisis mimpi, analisis resistensi, dan analisis transparasi.
Analisis Mimpi
Analisis mimpi merupakan prosedur yang penting untuk membuka hal-hal yang tidak disadari dan membantu klien untuk memperoleh tilikan kepada masalah-masalah yang belum terpecahkan.
Analisis dan interpretasi resistensi
Resistensi, sebagai suatu konsep fundamental praktik-praktik psikoanalisis, yang bekerja melawan kemajuan terapi dan mencegah klien untuk menampilkan hal-hal yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas, atau asosiasis mimpi, klien mungkin cendrung menunjukkan ketidakmauan untuk mengaitkan perasaan, pemikiran dan pengalaman  tertentu.
Analisis dan interpretasi transferensi
Seperti halnya reesistensi, transferensi (pemindahan) terletak dalam arti terapi psikoanalitik. Transferensi muncul dengan sendirinya dalam proses terapeutik pada saat dimana kegiatan klien masa lalu yang tak akan terselesaikan dengan orang lain, menyebabkan dia mengubah masa kini dan mereaksi kepada analis
Implementasi Teori Psikoanalisis
Psikoanalisis memfokuskan pada perilaku ketidaksadaran, bolos merupakan salah satu bentuk perilaku yang tidak disadari oleh siswa. Siswa yang bolos dipandang dari struktur kepribadian psikoanalisa terjadi karena adanya konflik antara id, ego dan super ego. Id bersifat tidak sadar dan selalu memuaskan naluriah berdasarkan asas kesenagan. Sedangkan super ego mendorong pada nilai-nilai ideal di masyaratkat yang diajarkan oleh orang tua yang ideal dan menghalangi impuls id. Siswa yang bolos, dalam dirinya terjadi konflik antara id dan super ego. Id mendorong siswa memuaskan kesenangannya dengan tidak masuk sekolah, siswa tidak menyadari pentingnya sekolah, sehingga dia hanya ingin memuaskan kesenangan-kesenangan. Sedangkan super ego mendorong pada nilai-nilai ideal yang mengharuskan siswa untuk masuk sekolah. Konflik yang terjadi antara id dan super ego tersebut dijembatani oleh Ego. Ego mengatur dan mengendalikan antara id dan super ego. apabila ego tidak dapat mengambil tindakan maka terjadi kecemasan, sebagai peringatan adanya ancaman atau bahaya. Jika kecemasan tidak dapat diselesaikan secara langsung dan rasional maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis, berorientasi pada pertahanan ego. Tujuan konseling psikoanalisis dalam kasus bolos adalah menyadarkan siswa bahwa bolos tersebut tidak baik.

Teori Humanistik
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasiterapi. Pendekatan atau teori eksistensian-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksisteneial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.


Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tahap Konseling Humanistik
Ada tiga tahap proses konseling yaitu
Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka tentang dunia. Konseli diajak untuk mendefinisikan dan menayakan tentang cara mereka memandang dan menjadikan eksistensi mereka bisa diterima. Mereka meneliti nilai mereka, keyakinan, serta asumsi untuk menentukan kesalahannya. Bagi banyak konseli hal ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu awalnya mereka memaparkan problema mereka. Konselor disini mengajarkan mereka bagaimana caranya untuk bercermin pada eksistensi mereka sendiri.
Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka. Proses eksplorasi diri ini biasanya membawa konseli ke pemahaman baru dan berapa restrukturisasi dari nilai dan sikap mereka. Konseli mendapat cita rasa yang lebih baik akan jenis kehidupan macam apa yang mereka anggap pantas. Mereka mengembangkan gagasan yang jelas tentang proses pemberian nilai internal mereka.
Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri. Sasaran terapi adalah memungkinkan konseli untuk bisa mencari cara pengaplikasikan nilai hasil penelitian dan internalisasi dengan jalan kongkrit. Biasanya konseli menemukan jalan mereka untuk menggunakan kekuatan itu demi menjalani konsistensi kehidupannya yang memiliki tujuan.
Implementasi Teori Humanistik
Menurut teori eksistensial manusia memiliki kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab yang bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya. Siswa melakukan bolos sekolah bisa disebabkan karena salah satu faktor diantranya seperti siswa tersebut tidak dapat mengerjakan tugas mata pelajaran, dan pada hari tersebut tugas tersebut harus dikumpulkan, individu tersebut menyadari bahwa dia tidak bisa.



Teori Kognitif
Istilah kognitif berasal dari kata cognition yang padanannya Knowing,  berarti mengetahui. Dalam arti yang luas, Cognition (kognisi) ialah perolehan,  penataan dan penggunaan pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif  menjadi popular sebagai suatu domain atau wilayah ranah psikologis manusia  yang meliputi wilayah psikologis manusia yang meliputi setiap prilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berhubungan dengan otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian degan ranah rasa.
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia. Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman.
Seorang ahli psikologi dari Swiss memandang bahwa banyak persoalan mengenai perkembangan konseling kognitif termasuk juga bagaimana cara anak-anak memahami hubungan antara simbol dan objek, bagaimana anak-anak berusaha untuk memecahkan masalah, pengetahuan anak-anak tentang sebab akibat, dan kemampuan mereka untuk mengelompokkan objek dan mengikutsertakan pemikiran yang pasti.
Terapi Gesalt adalah suatu terapi eksistensial yang menekankan kesadaran disini dan sekarang. Fokus utamanya adalah pada apa dan bagaimananya tingkah laku dan pada peran urusan yang tak selesai dari masa lampau yang menghhambat kemampuan individu untuk bisa berfungsi secara afektif.
Pearl mengatakan bahwa konsep kepribadian yang dinyatakan oleh Freud tidak sempurna sebab Freud tidak merumuskan lawan super ego atau kata hati dengan jelas dan nyata. Pearl menyebut super ego itu top dog sebagai lawan dari under dog. Super ego menyangkut kebenaran, kesempurnaan dan top dog menghukum individu dengan keharusan, keinginan dan ketakutan akan ancaman. Sedangkan under dog menguasai individu dengan penekanan yang baik serta keadaan mempertahanankan diri. Pearl menyatakan bahwa setiap individu berada dalam satu tingkatan. Tingkat pertama yaitu: tingkatan umum (berbuat), yang dapat diamati atau dideteksi. Tingkat kedua bersifat pribadi, mencakup berfikir pada saat individu mempersiapkan peranannya di masa mendatang.
Karena perkembangannya, individu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu: belajar mengatasi frustasi atau dirusakkan oleh orang tuanya. Bila terdapat pertentangan yang sangat kuat antara keberadaan sosial dan biologis yang tidak dapat diatasi maka individu mengalami frustasi. Pearl menganggap frustasi sebagai elemen positif, sebab mendorong individu mengembangkan perlindungannya, menemukan potensinya dan menguasai lingkungannya.
Proses Konseling Kognitif
Tujuan utama konseling Gesalt adalah untuk meningkatkan pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya.
Fase pertama, membentuk pola pertemuan terapeutik, agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan pada klien. Pola yang diciptakan berbeda pada tiap klien, karena masing-masing memiliki keunikan sebagai individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung pada masalah yang harus dipecahkan. Situasi ini mengandung komponen emosional dan intuitif.
Fase kedua, melaksanakan pengawasan yaitu, pengawasan yaitu konselor berusaha menyakinkan atau memaksa klien untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi klien.
Fase ketiga, klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertemuan teori saat ini bukan menceritakan pengalaman masa lampau atau harapan masa datang. Klien diberikan kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan perbuatan pada masa lalu dalam situasi saat ini.
Fase keeempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang dirinya, tindakannya dan perasaannya, maka terapi sampai pada fase akhir. Dalam situasi ini klien mungkin sudah memutuskkan untuk melepaskan diri dari konselor hingga ia harus bisa membina diri. Terapi ada kemungkinan ia merasa khawatir karena lepas dari bimbingan konselor.
Ciri-ciri spesifik teori Gesalt adalah:
Pendekatannya kontrontif dan aktif.
Menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan pada saat sekarang
Menggairahkan hubungan dan pengungkapan perasaan-perasaan langsung dan menghindari intelektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien
Memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh
Menolak mengakui ketidakberdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
Melakukan penekanan pada klien untuk menemukan makna-maknanya sendiri dan membuat penafsiran-penafsiran sendiri
Dalam waktu yang singkat para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya sendiri secara inten melalui sejumlah latihan Gesalt.

Implementasi Teori Kognitif
Individu dipengaruhi oleh pikiran irasionalnya, siswa yang melakukan bolos berfikir bahwa lebih baik pada hari senin tidak pergi ke sekolah karena ada mata pelajaran yang sangat tidak disukai karena pelajarannnya sangat sulit, dan guru selalu memberi tugas yang sangat banyak. Siswa tersebut berfikir bahwa dia dapat masuk.

Teori Behavioral
Sejalan dengan pendekatan teori behavioral, konseling behavioral menaruh perhatian pada perubahan perilaku. Apabila ditelusuri, perkembangannya sudah sejak 1960-an konseling behavioral memberikan implikasi pada teknik dan stratefi konseling dan dapat diintegrasikan dengan pendekatan lain.
Menurut George dan Chistiani, konseling behavioral berpangkal pada keyakinan tentang martabat manusia, yaitu sebagian dari falsafah hidup dan sebagian lagi bercorak psikologi. Rincian pendapatnya dapat  disarikan sebagai berikut:
Manusia tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia memiliki potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah. Berdasarkan bekal pembawaan dan interaksi dengan lingkungan maka terbentuk aneka pola prilaku yang menjadi ciri khas pada kepribadian individu.
Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, memahami apa yang dilakukannya, dan mengatur serta mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Bila pola yang lama dibentuk melalui belajar, maka pola tersebut dapat diganti melalui usaha belajar yang baru.
Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dapat dipengaruhi oleh perilaku orang lain.
Tujuan konseling behavioral adalah untuk mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat prilaku yang diharapkan dan meniadakan prilaku yang tidak diharapkan, serta membantu menemukan cara-cara berperilaku tepat.
Krumboltz menegaskan tiga kriteria tujuan konseling behavioral, yaitu sebagai berikut:
Tujuan konseling harus dibuat secara berbeda untuk setiap klien.
Tujuan konseling untuk setiap klien akan dapat dipadukan dengan nilai-nilai guru BK meskipun tidak perlu identik.
Tujuan konseling disusun berdasarkan tingkatan. Dirumuskan dengan perilaku yang bisa diamati dan dicapai oleh konseli.
Konseling behavioral dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang disengaja secara khusus untuk mengubah prilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama. Krumboltz & Thoresen menempatkan prosedur belajar dalam empat kategori, yaitu sebagai berikut:
Belajar Operan (Operant Learning) adalah belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran (reinforment) untuk menghasilkan perubahan prilaku yang diinginkan.
Belajar Mencontoh (Imitatif Learning), yaitu cara dalam memberikan respon baru dengan cara menunjukkan atau mengerjakan model-model prilaku yang diinginkan sehingga dapat dilakukan konseli.
Belajar Kognitif (Cognitive Learning), yaitu cara belajar memelihara respon yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui instruksi sederhana.
Belajar Emosi (Emotional Learning), yaitu cara-cara yang digunakan untuk mengamati respon-respon emosional konseli yang tidak diterima menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks classical conditioning.[5]
Implementasi Teori Behavioral
Siswa yang melakukan bolos bisa dilatarbalakangi oleh factor lingkungan misalnya teman sebaya, misalnya individu yang diajak temannya untuk menonton di bioskop dan bolos sekolah karena ada film kesukaan individu tersebut, individu tersebut memberikan sedikirt control kepada ajakan temannya tersebut tetapi ajakan teman individu sangat mempengaruhi sehingga menjadi pertimbangan untuk menambil keputusan.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Psikoanalisis merupakan metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologi dengan cara-cara fisik. Tokoh utama dan pendiri psikoanalisis Sigmund Freud, sebagai orang yang mengemukakan konsep ketidak sadaran dalam kepribadian.
Teori konseling eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan.
Teori kognitif didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun sendiri pengetahuan mereka tentang dunia. Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisir dan merespons berbagai pengalaman.
Menurut George dan Chistiani, konseling behavioral berpangkal pada keyakinan tentang martabat manusia, yaitu sebagian dari falsafah hidup dan sebagian lagi bercorak psikologi.



DAFTAR PUSTAKA
S.Willis.Soyan. 2011.  Konseling Keluaga. Bandung: Alfabeta.
Hikmawati,fenty. 2014.  Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Rajawali Press.
esa nur w, Bahrudin.2007. teori belejar dan pembelajaran. Jogjakarta: ar-ruzz media.
E. Margaret Bell Gredler. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali.

Comments

Popular Posts