Makalah Teknik Konseling Pendekatan Humanistik

Kelompok 3
MAKALAH
PENDEKATAN HUMANISTIK DALAM KONSELING

(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik-teknik Konseling)
Dosen Pengajar: Cindani Trika Kusuma, M.Psi., psikolog





Disusun Oleh :
Restu Ramadani
1711080077

Rini Alfianti
1711080081

Alfiah Damayanti
1711080232

Sandy Susilowati
1711080089

Riesky Pratiwi
1711080080

Khairun Nisak
1711080165

Rusdiana Siti K
1711080086


JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 1440 H/2019 M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq, hidayah, rahmat dan Inayah-Nya kepada saya, sehingga dengan izin dan kekuatan dari-Nya untuk  saya, saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai bentuk tugas individu dari mata kuliah Teknik-teknik Konseling.
Saya mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan juga semua unsur  yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Saya berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat baik bagi diri pribadi saya sendiri maupun bagi pembaca pada umumnya, baik sebagai bahan bacaan ataupun sebagai bahan referensi dalam penyusunan suatu tulisan.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Cindani Trika Kusuma, M.Psi., psikolog sebagai Dosen Pembimbing Mata Kuliah Teknik-Teknik Konseling yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada kami dalam penyusunan tugas ini dengan baik dan benar.

Bandar Lampung, 15 Oktober 2019












DAFTAR ISI

Halaman Cover …………………………………………………………….. i
Kata Pengantar ……………………………………………………………....1
Daftar Isi …………………………………………………………………….2
BAB 1 Pendahuluan ………………………………………………………...3
Latar Belakang Masalah …………………………………………….3
Rumusan Masalah …………………………………………………..4
BAB II Pembahasan ………………………………………………………...5
Pendekatan Humanistik ……………………………………………..5
Pengertian  Pendekatan Humanistik………………………………..5
Konsep Dasar Teori Humanistik……………………………………8
Kelebihan dan Kelemahan Teori Humanistik ……………………..14
Tinjauan Islam Tentang Pendekatan Humanistik……………………15
BAB III PENUTUP …………………………………………………………19
Kesimpulan ………………………………………………………… 19

DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konselor dalam menangani suatu masalah, tidak akan dapat terlepas dari pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam proses konseling. Tanpa didukung oleh penguasaan pendekatan konseling yang memadai, bantuan yang diberikan konselor kepada konseli tidak akan berjalan efektif.
Pendekatan konseling ini muncul seiring dengan perkembangan kehidupan yang semakin kompleks, sibuk, dan terus berubah. Hal tersebut membuat beberapa masalah, khususnya dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan, khususnya di sekolah masalah-masalah yang muncul banyak dialami oleh siswa, misalnya masalah belajar, masalah pribadi, masalah sosial, maupun masalah psikologis siswa. Hal tersebut membuat beberapa masalah yang dapat menggangu proses pendidikan itu sendiri. Selain itu masalah tersebut jika tidak dapat diatasi dengan baik, benar dan tepat oleh seorang konselor, maka dapat menghambat perkembangan kehidupan siswa itu sendiri.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam dunia pendidikan, salah satu di antaranya adalah dengan mencari dan memberikan solusi pada siswa itu sendiri. Permasalahan-permasalahan dalam pendidikan tiap sekolah bahkan tiap anak berbeda-beda, oleh karena itu dibutuhkan solusi yang berbeda pula. Sehingga beberapa pendekatan tentang konseling ini bermunculan. Praktik konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, maka dari itu muncul istilah konselor. Konselor memberikan solusi pada masalah-masalah yang diharapkan dapat membantu dalam dunia pendidikan.
Pengertian pendekatan menurut istilah bahasa (Kamus Besar Bahasa Indonesia; 2002) adalah (1) proses, perbuatan, cara mendekati; (2) usaha dalam rangka aktivitas  penelitian untuk mengadakan hubungan  dengan yang diteliti. Memahami tentang pengertian pendekatan itu sendiri, maka penerapan pendekatan dalam proses konseling adalah proses perbuatan seseorang (konselor) untuk berhubungan dengan konseli yang dilakukan  secara dekat dalam rangka untuk menggali permasalahan dengan metode yang terencana secara cermat agar memperoleh hasil sesuai dengan yang diinginkan. Sangat urgen kiranya seorang konselor memahami pendekatan konseling ini untuk kemudian dapat mengaplikasikannya di sekolah. Oleh karena itu, sebagai calon konselor penulis tertarik membahas pendekatan-pendekatan konseling dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
Bagaimana pendekatan humanistik dalam konseling?
Bagaimana kelebihan dan kelemahan pendekatan humanistic?
Bagaimana pandangan islam tentang pendekatan humanistic?

















BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan Humanistik
Pengertian  Pendekatan Humanistik
Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik ia adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi humanistik yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalis (Misiak dan Sexton, 2005). Psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas. Situs yang sama menyebutkan bahwa psikologi humanistik juga didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia.
Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, pertama psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Pokok persoalan dari psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif manusia, keunikannya yang membedakan dari hewan-hewan, sedangkan area-area minat dan penelitian yang utama dari psikologi humanistik adalah kepribadian yang normal dan sehat, motivasi, kreativitas, kemungkinan-kemungkinan manusia untuk tumbuh dan bagaimana bisa mencapainya, serta nilai-nilai manusia. Dalam metode-metode studinya, psikologi humanistik menggunakan berbagai metode mencakup wawancara, sejarah hidup, sastra, dan produk-produk kreatif lainnya. (Misiak dan Sexton, 2005).
Sebagaimana behaviorisme dan psikoanalisis, psikologi humanistik pun mempunyai tokoh-tokoh yang terkenal, yang pemikiran-pemikiran dan teori-teorinya memberikan kontribusi yang cukup besar demi perkembangan psikologi humanistik. Dari tokoh-tokoh tersebut, ada dua orang tokoh yang berperan besar dalam pembentukkan serta perkembangan psikologi. Kedua tokoh tersebut adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers. Oleh karena peran mereka yang signifikan itu maka penulis pada tulisan berikut akan mencoba bercerita mengenai biografi singkat berserta teori-teori yang diciptakan dari kedua tokoh psikologi humanistik tersebut.
Abraham Maslow
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Hierarchy of needs (hirarki kebutuhan) dari Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki 5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis), safety and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs (kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs (kebutuhan akan harga diri), dan, self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Berikut penjelasannya:
Kebutuhan Fisiologis
Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks. Jika kebutuhan dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah, tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat. Hal ini juga berlaku pada setiap jenis kebutuhan lainnya, yaitu jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
Kebutuhan akan Rasa Aman
Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang
Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.

Kebutuhan akan Harga Diri
Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
Kebutuhan akan Aktualisasi Diri
Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri.
Carl Rogers
Pada tahun 1931 pula Rogers bekerja di Child Study Department of the Society for the prevention of Cruelty to Children (bagian studi tentang anak pada perhimpunan pencegahan kekerasan tehadap anak) di Rochester, NY. Pada masa-masa berikutnya ia sibuk membantu anak-anak bermasalah/nakal dengan menggunakan metode-metode psikologi. Pada tahun 1939, ia menerbitkan satu tulisan berjudul “The Clinical Treatment of the Problem Child”, yang membuatnya mendapatkan tawaran sebagai profesor pada fakultas psikologi di Ohio State University. Dan pada tahun 1942, Rogers menjabat sebagai ketua dari American Psychological Society.Carl Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka (antara klien dan terapis) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapis hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik assessment dan pendapat para terapis bukanlah hal yang penting dalam melakukan treatment kepada klien. Hasil karya Rogers yang paling terkenal dan masih menjadi literatur sampai hari ini adalah metode konseling yang disebut Client-Centered Therapy. Dua buah bukunya yang juga sangat terkenal adalah Client-Centered Therapy(1951) dan On Becoming a Person (1961).
Konsep Dasar Teori Humanistik
Menurut Ahmad Sudrajat, konsep dasar pendekatan Humanistik terdiri dari tiga aspek yaitu :
Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dn yang tidak ia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Setiap orang bertanggung jawab atas segala tindakannya.
Manusia tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda, oleh karena itu manusia mesti berani menghancurkan pola-pola lama dan mandiri menuju aktualisasi diri.
Setiap orang memiliki potensi kreatif dan bisa menjadi orang kreatif. Kreatifitas merupakan fungsi universal kemanusiaan yang mengarah pada seluruh bentuk self expression.
Pandangan Tentang Manusia
Humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Manusia adalah makhluk dengan julukan “the self determining being” yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat. Pendekatan eksistensial humanistik berfokus pada manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia (Corey, 2010).
Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan (Sudrajat, 2008).
Adapun Asumsi perilaku bermasalah Konseling Humanistik dipengaruhi oleh tidak terpenuhinya aspek-aspek sebagai berikut:
Kesadaran Diri
Berhubungan dengan kemampuan manusia untuk menyadari diri dan menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk aktivitas-aktivitas berpikir. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia. Tidak jarang manusia yang tidak memiliki kesadaran akan dirinya akan mengalami masalah-masalah dalam kehidupannya.
Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri dn memiliki kebebasan untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Masalah akan timbul jika manusia tidak bisa mengatur kebebasannya dan mengarahkan hidupnya.
Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan dari luar dirinya sendiri, yaitu untuk berhubungan dengan orang lain dan alam. Kegagalan dalam berhubungan dengan orang lain dan dengan alam menyebabkan manusia kesepian, mengalami aliensi, keterasingan, dan depersonalisasi.
Pencarian makna Hidup
Kecemasan sebagai syarat hidup
Kesadaran atas kematian dan Non-ada

Tujuan Konseling
Mengoptimalkan kesadaran individu akan keberadaannya dan menerima keadaannya menurut apa adanya. Saya adalah saya.
Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi cara berfikir, keyakinan serta pandangan-pandangan individu, yang unik, yang tidak atau kurang sesuai dengan dirinya agar individu dapat mengembangkan diri dan meningkatkan self actualization seoptimal mungkin.
Menghilangkan hambatan-hambatan yang dirasakan dan dihayati oleh individu dalam proses aktualisasi dirinya.
Membantu individu dalam menemukan pilihan-pilihan bebas yang mungkin dapat dijangkau menurut kondisi dirinya (Willis dalam Sudrajat, 2008).


Deskripsi Proses Konseling Humanistik
Adanya hubungan yang akrab antara konselor dan konseli.
Hubungan terapeutik sangat penting bagi terapis eksistensional.Penekanan diletakkan pada pertemuan antar manusia dan perjalanan bersama alih-alih pada teknik-teknik yang mempengaruhi klien.Isi pertemuan terapi adalah pengalaman klien sekarang, bukan “masalah” klien.Hubungan dengan orang lain dalam kehadiran yang otentik difokuskan kepada “disini dan sekarang”.Masa lampau atau masa depan hanya penting bila waktunya berhubungan langsung.
Yang paling diutamakan oleh konselor eksistensial adalah hubunganya dengan klien.Kualitas dari dua orang yang bertatap muka dalam situasi terapeutik merupakan stimulus terjadinya perubahan yang positif.Konselor percaya bahwa sikap dasar mereka terhadap klien, karakteristik pribadi tentang kejujuran, integritas dan keberanian merupakan hal-hal yang harus ditawarkan.Konseling merupakan perjalanan yang ditempuh konselor dan klien, suatu perjalanan pencarian menyelidiki kedalam dunia seperti yang dilihat dan dirasakan klien.
Konselor berbagi reaksi dengan kliennya disertai kepedulian dan empati yang tidak dibuat-buat sebagai satu cara untuk memantapkan hubungan terapeutik.
Adanya kebebasan secara penuh bagi individu untuk mengemukakan problem dan apa yang diinginkannya.
Teori humanistik menyatakan bahwa kebebasan dipandang sebagai bagian yang penting dalam keseluruhan kehidupannya. Kebebasan ini juga didukung dengan adanya tannggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing individu untuk menentukan arah hidupnya. Dengan kata lain, kebebasan yang dimiliki oleh individu termanifestasikan pada bagaimana dia menentukan arah hidupnya dan bagaimana individu mengaktualisasikannya (Hjelle & Ziegler, 2004).
Konselor berusaha sebaik mungkin menerima sikap dan keluhan serta perilaku individu dengan tanpa memberikan sanggahan.
Sebagai konselor sebabaiknya mampu menciptakan kondisi yang hangat dalam konseling, kondisi yang hangat adalah keadaan dimana konseli merasa senang berada dekat dengan konselor dan tidak membuat ia terbebani dengan adanya proses konseling. Konselor yang berhasil menciptakan kondisi tersebut harus disertai dengan menampilkan sikap dan perilaku menerima konseli sepenuh hati (apa adanya) dengan kelebihan serta keterbatasannya. Menurut Fiedler dkk konselor yang ahli akan mampu untuk: berkomunikasi dan memahami konseli, menjaga jarak emosi dengan konseli, dan memahami statusnya sebagai konselor, tetapi dapat menjaga hubungan dengan konseli. Sukses tidaknya pelayanan konseli sangat dipengaruhi oleh hubungan emosional yang dibangun konselor.
Unsur menghargai dan menghormati keadaan diri individu dan keyakinan akan kemampuan individu merupakan kunci atau dasar yang paling menentukan dalam hubungan konseling.
Pada teori humanistik mengutamakan adanya pemahaman, saling menghargai dan menghormati. Manusia adalah makhluk yang unik artinya antara yang satu dengan yang lain adalah berbeda baik itu pemikirannya, bentuk fisiknya dan potensi yang terdapat dalam diri masing-masing. Unsur menghormati dan menghargai ini penting dilaksanakan untuk menjadikan proses konseling dapat berjalan dengan lancar dan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan.
Pengenalan tentang keadaan individu sebelumnya beserta lingkungannya sangat diperlukan oleh konselor (Corey, 2010).
Konseli adalah individu yang memiliki keunikan tertentu. Keunikannya mencakup, keunikan kebutuhan, kepribadian, intelegensi, bakat, motivasi, minat, perhatian, sikap dan keunikan kebiasaan, yang secara khas mempengaruhi perilakunya. Pada dasarnya setiap individu menghadapi permasalahan dalam hidupnya baik jenis dan intensitas yang berbeda. Oleh karena itu dalam hal ini pengenalan mengenai diri klien adalah sangat pokok dan penting, seorang konselor harus mampu menciptakan situasi dimana kliennya merasa nyaman untuk menceritakan apa yang menjadi sebab permasalahan dan latar belakang identitas klien.

Teknik-Teknik Konseling Humanistik
Konseling humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa diambil dari beberapa teori konseling lainnya separti teori Gestalt dan Analisis Transaksional. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah (Corey, 2010):
Membina hubungan baik (good rapport)
Membuat konseli bisa menerima dirinya dengan segala potensi dan keterbatasannya.
Merangsang kepekaan emosi konseli Membuat konseli bisa.
Mencari solusi permasalahannya sendiri.
Mengembangkan potensi dan emosi positif konseli.
Teknik yang digunakan oleh Abraham Maslow yaitu terapi. Menurut Maslow, tujuan terapi adalah agar klien memeroleh B-values, atau nilai kebenaran, keadilan, kesederhanaan, dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, klien harus bebas dari kebergantungan pada orang lain, supaya dorongan alami menuju pertumbuhan dan aktualisasi diri menjadi aktif.Meskipun Maslow bukan psikoterapis, dia menganggap bahwa teori kepribadiannya dapat diterapkan dalam psikoterapi.
Dalam konsep hierarki kebutuhan dinyatakan bahwa jika seseorang masih dapat bergerak pada level kebutuhan dasar (fisiologis) dan rasa aman melebihi yang lainnya, biasanya merekaa tidak termotivasi untuk mencari psikoterapis. Sebaliknya, mereka akan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan akan perawatan dan kesamaan.
Kebanyakan manusia yang membutuhkan terapi adalah mereka yang memiliki kebutuhan tingkat ketiga.Tingkat kebutuhan ini biasanya dipenuhi dengan baik, tetapi masih kesulitan untuk mendapatkan kasih sayang. Karena itu, psikoterapi diarahkan kepada proses interpersonal yang hangat dan penuh kasih sayang. Dengan demikian, klien memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan akan rasa cinta, memperoleh rasa percaya diri, dan penghargaan diri sendiri. Hubungan yang baik antara klien dan terapis merupakan pengobatan psikologis terbaik. Hubungan yang saling menerima akan memberikan perasaan patut dicintai dan memvasilitasi kemampuan mereka untuk mengembangkan hubungan nasihat diluar terapi.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:Penerimaan, rasa hormat, memahami, menentramkan, memberi dorongan, pertanyaan terbatas, memantulkan pernyataan dan perasaan klien, menunjukan sikap yang mencerminkan ikut merasakan apa yang dirasakan, bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna.
Melalui penggunaan teknik-teknik tersebut diharapkan konseli dapat (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya dengan baik; (2) mengambil keputusan yang tepat; (3) mengarahkan diri; (4) mewujudkan dirinya.
Menurut Willis (dalam Sudrajat, 2008) teknik yang dianggap tepat untuk diterapkan dalam pendekatan ini yaitu teknik client centered counseling, sebagaimana dikembangkan oleh Carl R. Rogers. meliputi: (1) acceptance (penerimaan); (2) respect (rasa hormat); (3) understanding (pemahaman); (4) reassurance (menentramkan hati); (5) encouragementlimited questioning (pertanyaan terbatas; dan (6) reflection (memantulkan pernyataan dan perasaan).
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Kelebihan Teori Belajar Humanistik
Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Suasana pembelajaran yang saling menghargai, adanya kebebasan berpendapat, kebebasan mengungkapkan gagasan.
Keterlibatan peserta didik dalam berbagai aktivitas di sekolah, dan lebih-lebih adalah kemampuan hidup bersama (komunal-bermasyarakat) diantara peserta didik yang tentunya mempunyai pandangan yang berbeda-beda.

Kekurangan Teori Belajar Humanistik
Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
Teori humanistik tidak bisa diuji dengan mudah.
Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah  berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

Tinjauan Islam Terhadap Dimensi Teori Humanistik
Enam dimensi dasar positif dari teori  Humanistik, yaitu :
Kapasitas akan kesadaran diri;
Kebebasan serta tanggung jawab; 
Menciptakan identitas dirinya dan menciptakan hubungan yang  bermakna dengan orang lain; 
Usaha pencarian makna, tujuan, nilai dan sasaran; 
 Kecemasan sebagai suatu kondisi hidup; dan 
Kesadaran akan datangnya maut serta ketidakberadaan ;
Jika ditinjau dari pandangan Islam adalah pada dasarnya dalam Islam (Al Qur’an dan Hadist) memuat seluruh komponen kehidupan termasuk enam dimensi dasar tersebut. Hal ini bila kita kupas satu persatu dari enam dimensi dasar tersebut adalah sebagai berikut :
Kapasitas akan kesadaran diri.
 Manusia itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, Hadist Riwayat Muslim. Artinya : Tiap-tiap orang itu dilahirkan ibunya atas dasar fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi. Apabila kedua orangtuanya muslim, jadilah ia muslim (H.R. Muslim)·
 a. Fitrah manusia beragama tauhid dan penerima kebenaran, Surah Ar Rum, 30: 30·
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S:30:30)
Maksud dari Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan.
b. Sudah ada perjanjian mengakui Allah sebagai Tuhan, Surah  Al A’raf, 7 : 172·
Artinya : Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",(QS/7:172)
Sesuai dengan fitrahnya, bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan suci, secara fitrah beragama tauhid dan penerima kebenaran, terikat perjanjian dengan Allah bahwa Allah itu Tuhannya, dibekali dengan potensi akal, pendengaran, penglihatan, hati, dan petunjuk Ilahiyah, sebagai khalifah , pemegang amanat (tugas keagamaan), dan sebagai Abdullah (pengabdi). Kapasitas akan kesadaran diri dalam Islam adalah menyadari eksistensinya sebagai manusia mahluk ciptaan Allah yang harus menjalankan fungsinya sebagai khalifah (pemimpin di muka bumi ini dan mengelolanya ), sebagai Abdullah, yang punya kewajiban untuk mengabdi dan beribadah kepada Sang Khaliq, menggunakan potensi yang diberikan Allah berupa akal, hati, pendengaran dan penglihatan untuk memahami tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah. Sadar akan keadaannya untuk memfungsikan diri sesuai dengan fitrahnya. Menurut Bastaman sekalipun manusia seakan-akan merupakan pusat hubungan-hubungan (center of relatedness), tetapi dalam ajaran Islam pusat segalanya bukanlah manusia, melainkan Sang Pencipta sendiri. Dengan demikian landasan filsafat ajaran Islam bukan antroposentrisme, melainkan Theosentrisme atau Allah sentrisme.
Dari paparan dan deskripsi tersebut ditemukan tentang kemungkinan penerapan dan relevansi enam dimensi dasar positif dari teori Humanistik dalam konseling Islam, bahwa pada dasarnya di dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist sudah memuat keseluruhan isi dari enam dimensi dasar positif tadi. Hal ini dapat dilihat paparan tersebut di atas tentang ayat-ayat yang bersinggungan dan berhubungan dengan konseling, khususnya yang memuat tentang enam dimensi dasar positif. Oleh karena itu kalau kita kaji lebih mendalam tentang enam dimensi dasar positif tersebut ternyata saling berhubungan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Muatan yang terkandung dalam enam dimensi dasar positif bisa dikatakan sesuai dan bisa diterapkan dalam konseling Islam.
Dengan catatan apa yang terkandung di dalamnya hanya sebagian kecil dari ajaran Islam, karena secara khusus pula juga tidak menjelaskan akan adanya akhirat, pahala dan dosa, surga dan neraka, keimanan, ketakwaan, apa lagi pengakuan akan keberadaan Tuhan. Jelas, orientasinya masih bersifat keduniaan semata. Meskipun demikian, tidak ada salahnya kita menerapkan enam dimensi dasar positif tersebut ke dalam konseling Islam. Tentu saja muatan yang dipakai/diterapkan adalah materi dari Al Qur’an dan Hadist, sehingga diharapkan muncul formulasi baru dari enam dimensi dasar positif yang berwawasan Islam.
























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendekatan humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan (hampir) segalanya. Manusia sebagai makhluk hidup yang dapat menentukan sendiri apa yang ia kerjakan dan yang tidak dia kerjakan, dan bebas untuk menjadi apa yang ia inginkan. Gangguan jiwa disebabkan karena individu yang bersangkutan tidak dapat mengembangkan potensinya. Dengan perkataan lain, pengalamannya tertekan. Konseling humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Tugas konselor disini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.
Humanistik dalam konseling Islam, bahwa pada dasarnya di dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist sudah memuat keseluruhan isi dari enam dimensi dasar positif tadi. Hal ini dapat dilihat paparan tersebut di atas tentang ayat-ayat yang bersinggungan dan berhubungan dengan konseling, khususnya yang memuat tentang enam dimensi dasar positif. Oleh karena itu kalau kita kaji lebih mendalam tentang enam dimensi dasar positif tersebut ternyata saling berhubungan antara dimensi yang satu dengan dimensi yang lain. Muatan yang terkandung dalam enam dimensi dasar positif bisa dikatakan sesuai dan bisa diterapkan dalam konseling Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Corey, Geral. 2010. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Komalasari, dkk. 2011. Teori dan Teknik Konseling. Jakarta: PT. Indeks.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pendekatan Konseling Humanistik. [Online]. Tersedia: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/14/konseling-humanistik/, diakses pada 15 Oktober 2019.
.

Comments

Popular Posts