Makalah Keberbagaian Individu


KEBERBAGAIAN INDIVIDU (INDIVIDUAL VARIATIONS)
Rendy Try Susanto1, David Wahyu Saputra2, Qoris Aminudin S. Binhas3
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia 
Email: 1rendytry99@gmail.com  2davidwahyusaputra98@gmail.com  3qorisaminuddin999@gmail.com


Abstrak
Keberbagaian individu atau yang sering dikenal dengan variasi individual adalah suatu perbedaan-perbedan yang muncul pada diri seorang manusia dimana perbedaan-perbedaan itu terletak pada suatu aspek-aspek tertentu. Dalam buku yang ditulis oleh John W. Santrock yang berjudul Psikologi Pendidikan, Santrock membagi variasi individu dibagi menjadi tiga substansi yaitu: Inteligensi, Gaya berfikir dan Gaya belajar, dan kepribadian dan Temperamen. Inteligensi adalah sebuah kecerdasan atau suatu kemampuan yang dimiliki seseorang yang digunakan untuk menggali atau mengetahui potensi atau minat yang terdapat pada diri seorang individu serta dapat memanfaatkannya di lingkungan sekitarnya. Sementara itu Gaya berfikir dan Gaya belajar adalah cara seseorang untuk menerapkan proses belajar dan berfikir mereka dengan kemampuan mereka sendiri. Terakhir kepribadian dan tempramen, kepribadian adalah gaya atau cara yang telah tertanam dalam diri seseorang yang bersifat sementara tergantung bagaimana seseorang tersebut mengkontrolnya, sementara tempramen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respons. Disini penulis sebelumnya ingin menyampaikan, kita sebagai seorang calon guru bk, harus mengerti apa makna luasnya dari keberbagaian individu atas variasi individu, supaya kita semua ini mengerti apa itu yang dinamkan intelegensi, seperti apa gaya berfikir dan belajar seorang anak didik, dan bagaimana kita bisa mengetahui kepribadian dari setiap anak didik kita.



KEBERBAGAIAN INDIVIDU
Individu berasal dari kata in dan divided. Dalam Bahasa Inggris in mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi. Dalam bahasa Yunani Individu berasala dari individiumyang memiliki arti tak terbagi. Dari penjelasan tersebut maka disimpulkan bahwa individu adalah seseorang manusia yang memiliki satu kesatuan jiwa dan raga yang tidak terbagi sehingga menghasilkan suatu hal yang diingin dilakukan manusia itu sendiri. Beberapa pendapat para ahli mengenai definisi dari keberbagaian individu, diantaranya sebagai berikut:
Lindgren (1980), beliau mengemukakan makna keberbagaian individual menyangkut tentang variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik dan psikologis.
Chaplin (1995:224), mengemukakan bahwa keberbagaian/perbedaan individu adalah sebarang sifat atau perbedaan kuantitatif dalam suatu sifat, yang bisa membedakan satu individu dengan individu lainnya.
Viniagustia, mengartikan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyataan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Eko Sujatmoko (2014), Individu adalah orang seorang pribadi orang (Terpisah dari orang lain), organisme yang hidupnya berdiri sendiri, secara fisiologi bersifat bebas (tidak mempunyai hubungan prganik dengan sesamanya. 
Dari beberapa penjelasan-penjelasan yang disebutkan oleh pakar-pakar tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa definisi dari keberbagaian individu ialah suatu perbedaan-perbedan yang muncul pada diri seorang manusia dimana peebedaan-perbedaan itu terletak pada suatu aspek-aspek tertentu.
Keberbagaian individu atau yang sering disebut variasi individu ini didalam buku Psikologi Pendidikan dengan pengarang Jhon W. Santrock, beliau membagi 3 substansi yang terdapat pada variasi individu yaitu Inte legensi terensi, gaya belajar dan berfikir, serta kepribadian dan tempramental. Berikut ini penjelasan dari substansi-substansi tersebut

INTELIGENSI
Inteligensi atau yang sering disebut kecerdasan ini adalah salah satu konsep yang sering menimbulkan kontroversi dan debat panas, ini semua terjadi karena setiap individu mempunyai kapasitan mental umum yang berbeda-beda dan bisa diukur serta dikuantifikasi dalam angka. Kecerdasan atau intelegensi ini telah mulai diperbincangkan sebelum terciptanya berbagai ujian yang telah digunakan dalam mengukur kecerdasan anak di bawah umur. Minat terhadap inteligensi sering kali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individu (Kaufman & Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse & Martin, 2001). Jika membahas mengenai perbedaan individu atau individual Variations , para individu berbeda satu dengan yang lain dalam hal ragam sifat yang luas, salah satunya yaitu kecerdasan atau inteligensi. Berikut definisi Intelegensi menurut para ahli:
Menurut W. Stern, inteligensi adalah kapasitas jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat didalam suatu situasi yang baru.
Albert Binet (1916) kecerdasan digambarkan sebagai keupayaan individu dalam memahami, atau membuat pertimbangan dengan baik.
Huxley, mengemukakan bahwa inteligensi sesuatu hal yang sangat penting untuk dimiliki seseorang, dan intelegensi ini tidak bisa diukur secara langsung.
Menurut George Boeree, kecerdasan adalah kapasitas seorang individu untuk memperoleh pengetahuan (yakni belajar dan memahami, mengaplikasikan pengetahuan dalam memecahkan suatu masalah dan melakukan penalaran abstrak).
Dilihat dari beberapa definisi para ahli di atas mengenai intelegensi, penulis menyimpulkan bahwa intelegensi adalah sebuah kecerdasan atau suatu kemampuan yang dimiliki seseorang yang digunakan untuk menggali atau mengetahui potensi atau minat yang terdapat pada diri seorang individu serta dapat memanfaatkannya di lingkungan sekitarnya.
Menurut Robert J. Sternberg dalam Santrock yang dikenal dengan teori Triarkis Sternberg, inteligensi muncul dalam bentuk analitis, kreatif dan praktis. Inteligensi analitis atau inteligensi komponensial adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, menemukan, dan mengimajinasikan. Sedangkan inteligensi praktis adalah kemampuan untuk menggunakan, mengimplementasikan dan mempraktikkan.
Jadi menurut penulis disini intelegensi itu awalnya muncul dalam bentuk analitis, kreatif dan praktis dimana beberapa bentuk itu hampi sama memiliki arti yaitu bentuknya berupa kemampuan seseorang yang digunakan untu menganalisis, atau menciptakan serta mempraktikan. 
Sternberg mengatakan bahwa murid dengan kemampuan anlitis yang tinggi cenderung lebih disukai dalam sekolah umum (konvesional), sbab mereka sering kali mudah menyerap pelajaran pada saat guru memberi pelajaran, mereka biasanya dianggap murid pintar yang selalu mendapat nilai bagus dan memperoleh ranking bagus baik dalam tes intelegensi dan SAT, bahkan mudah masuk ke universitas. Sementara murid yang memiliki intelegensi kreatif tinggi biasanya bukan rangking atasa dalam kelas, mereka mungkin tidak dapat menyelasaikan tugas pelajaran sesuai dengan harapan guru.
Menurut arah atau hasilnya, inteligensi dibagi 2 macam:
Inteligensi praktis. Adalah inteligensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang sulit dalam sesuatu kerja, yang berlangsung secara cepat dan tepat.
Inteligensi teoritis. Adalah inteligensi untuk dapat mendapatkan suatu fikiran penyelesaian soal atau masalah dengan cepat dan tepat.
Dari kedua jenis tersebut maka dapat disimpulkan perbedaannya terletak pada fungsinya dan hasilnya dimana inteligensi praktis untuk mengatasi situasi yang sulit, sementara inteligensi teoritis ialah untuk mendapatkan suatu fikiran dalam penyelasaian masalah.


Macam-macam tes inteligensi:
Tes Binet Simon, yang diperbaiki oleh Rubertag ini untuk menyelidiki inteligensi anak antara 3-15 tahun, sehingga dari hasil itu dapat mengetahui IQ seorang anak (Inteligensi Quotient) anak. 
Brightness test atau tes mosselon yaitu test three words (tes 3 kata).
Telegram test, yaitu disuruh membuat berita dalam bentuk telegram.
Definitie test, disuruh mendefinisikan sesuatu.
Wiggly test, yaitu menyusun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi satu.
Stenquist test, disuruh mengamati sesuatu benda sabaik-baiknya, lalu dirusak kemudian disuruh membentuk kembali.
Absurdity test, yaitu disuruh mencari keanehan yang tedapat dalam suatu bentuk cerita.
Medallion test, yaitu disuruh menyelesaikan gambar yang belum jadi atau baru sebagian.
Educational test (Scholastik test), yaitu tes yang biasanya diberikan di sekolah-sekolah.
Dari beberapa macam tes intelegensi diatas penulis menyimpulkan bahwa, sangat banyak sekali cara-cara untuk menunjang intelegensi/kecerdasan seseorang untuk menjadi lebih baik.
Setelah mengetahui macam-macam tes inteligensi, disini penulis selanjutnya akan membahas beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi seseorang, antara lain:
Pembawaan, ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir, dan yang tidak sama pada tiap orang.
Kematangan, ialah saat munculnya sesuatu daya jiwa kita yang kemudian berkembang dan mencapai saat puncaknya.
Pembetukan. Ialah segala faktor luar yang mempengaruhi inteligensi di masa perkembangannya.
Minat, inilah yang merupakan motor penggerak dari inteligensi.
Pada tahun 1972 seorang ahli yang bernama Jean Piaget memperkenalkan Konsepsi tentang kecerdasan tidak seperti kebanyakan teoretikus yang telah diterangkan diatas, piaget relatif sedikit tertarik kepada pembeda-pembeda individu. Kecerdasan berkembang dalam semua anak melalui pergantian keseimbangan secara terus menerus antara asimilasi informasi baru dengan struktur kognitif yang ada dan akomodasi terhadap struktur- struktur kognitif sendiri terhadap informasi baru tersebut. Dari penjelasan Piaget tersebut kami penulis menyimpulkan bisa memahami bahwa setiap anak mengalami perkembangan maka kecerdasannya akan bertambah pula dengan memahami informasi-informasi baru lalu mengaplikasikannya dalam perspektifnya sendiri.
Teori-Teori Kecerdasan
Kecerdasan Intelektual (IQ)
Manusia adalah makhluk allah yang paling sempurna yang dianugrahi akal dan pikiran. Menurut Spearman, Cattell dan GuilFord (dlm Rosadah 2004) Kecerdasan sejenis fakulti mental yang dikaitkan dengan keupayaan seseorang. Nik Aziz ( dlm Rosadah 2004) juga mengemukakan bahwa kecerdasan boleh dikaitkan dengan operasi mental yang digunakan oleh manusia untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa IQ merupakan kecerdasan yang berhubungan dengan akal/rasional yang telah di anugrahkan Allah kepada manusia.
Kecerdasan Emosional (EQ) 
Merupakan dorongan untuk bertindak secara seketika untuk menangani masalah masalah yang ditanamkan secara teratur dan berangsur angsur yang terkait dari pengalaman dari waktu kewaktu secara evolusi melalui peluapan perasaan. Sudah lama kita ketahui bahwa emosi merupakan salah satu hal yang berpengaruh besar terhadap sikap manusia. Selain itu sikap dari emosi tersebut masih ada dua aspek yang berpengaruh antaralain yaitu; kognitif ( daya fikir) dan konatif (psikomotorik). Emosi atau sering kita sebut aspek afektif merupakan penentuan sikap dan salah satu predis posisi perilaku manusia dalam kehidupan sehari hari. Kita harus percaya bahwa kecerdasan emosi merupakan syarat penting bagi keberhasilan seseorang diberbagai aspek kehidupan dalam melakukan aktivitas olaharaga. Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi merupakan bentuk pengendalian diri dalam berkomunikasi dengan orang lain, untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Kecerdasan Spritual (SQ)
Kecerdasan spiritual atau yang biasa dikenal dengan SQ (bahasa Inggris: spiritual quotient) adalah kecerdasanjiwa yang membantu seseorang untuk mengembangkan dirinya secara utuh melalui penciptaan kemungkinan untuk menerapkan nilai-nilai positif.SQ merupakan fasilitas yang membantu seseorang untuk mengatasi persoalan dan berdamai dengan persoalannya itu. Ciri utama dari SQ ini ditunjukkan dengan kesadaran seseorang untuk menggunakan pengalamannya sebagai bentuk penerapan nilai dan makna. Kecerdasan individu tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya saja akan tetapi juga dari kecerdasan emosinya dan kecerdasan spiritualnya. Setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi maka ditemukan kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritualyang diyakini sebagai kecerdasan yang mampu memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi secara efektif dan kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi (Zohar dan Marshall, dalam Sukidi 2004:36). Agustian (2001:57) mengatakan bahwa: “Kecerdasan spiritual ialah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya (hanif) dan memiliki pola pemikiran tauhidi (integralistik) serta berprinsip hanya karna tuhan. 
Berdasarkan penjelasan diatas penulis menjelaskan bahwa aspek-aspek spritual antara lain adalah kemampuan bersikap yaitu kemampuan individu untuk bersikap adaptif secara spontan dan aktif, memiliki pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan di saat menghadapi beberapa pilihan. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. Kemampuan individu dalam menghadapi penderitaan dan menjadikan penderitaan yang dialami sebagai motivasi untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.


GAYA BELAJAR DAN BERFIKIR
Inteligensi merupakan kemampuan yang dimiliki individu. Gaya belajar dan berpikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya (Drysdale; Ross, & Schuylts, 2001; Sternberg, 1997). 
Menurut Morgan dkk. (1986, dalam Khodijah, 2006: 118) membagi dua jenis berpikir, yaitu;Berpikir autistik (autistic thinking) yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi &Berpikir langsung (directed thinking) yaitu berpikir untuk memecahkan masalah. Menurut Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah, 2006:118) ada enam pola berpikir, yaitu :Berpikir konkrit yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu, dan tempat tertentu, Berpikir abstrakyaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab bisa dibesarkan atau disempurnakan keluasannya, Berpikir klasifikatoris yaitu berpikir menganai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu, Berpikir analogis yatiu berpikir untuk mencari hubungan antarperistiwa atas dasar kemiripannya, Berpikir ilmiah yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih komplek disertai pembuktian-pembuktian. Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir ilmiah yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal dan seringkali tidak logis. 
Dari situ dapat dilihat macam-macam, jenia- jenis, type- type pola berfikir tiap-tiap individu. Dan tiap – tiap individu memiliki pola berfikir atau gaya berfikir yang berbeda-beda. Sementara itu penulis telah mencarai defini berfikir menurut beberapa ahli antara lain:
Menurut Khodijah, berfikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi, berfikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item.
Plato beranggapan bahwa berpikir adalah berbicara dalam hati.
(Woodworth dan Marquis, dalam Suryabrata, 1995:54) Berpikir adalah aktivitas; jadi subyek yang berpikir aktif.
Menurut Drever (dalam Walgito, 1997 dikutip Khodijah, 2006:117) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah.
Dari beberapa definisi berfikir diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa berfikir adalah  sebuah proses yang timbul secara otomatis apabila seseorang mengalami permasalahan sehingga timbul ide untuk pemecahan masalah tersebut.
Berpikir banyak sekali macamnya. Banyak para ahli yang mengutarakan pendapat mereka. Berikut ini akan dijelaskan macam-macam berpikir, yaitu : 
Berpikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan kebiasaan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya, misal; penalaran tentang panasnya api yang dapat membakar jika dikenakan kayu pasti kayu tersebut akan terbakar.
Berpikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat, misal; dua hal yang bertentangan penuh tidak dapat sebagai sifat hal tertentu pada saat yang sama dala satu kesatuan.
Berpikir autistik: contoh berpikir autistik antara lain adalah mengkhayal, fantasi atau wishful thinking. Dengan berpikir autistik seseorang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. 
Berpikir realistik: berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata, biasanya disebut dengan nalar (reasoning). Floyd L. Ruch (1967) menyebutkan ada tiga macam berpikir realistik, antara lain : 
Berfikir Induktif
Induktif artinya bersifat induksi. Sinduksi adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomenafenomena yang ada.agar mudah memahaminya penulis menarik kesimpulan bahwa berfikir induktif adalah suatu proses penelitian yang dimiliki individu untuk menarik kesimpulan dalam sebuah fenomena.
Berpikir Deduktif 
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata Latin deducere (de berarti ‘dari’, dan kata ducere berarti ‘mengantar’, ‘memimpin’). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata itu berarti ‘mengantar dari satu hal ke hal lain’. Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk kesimpulan (Keraf, 1994:57).
Berfikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik-buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994).

Adapun definisi Gaya belajar adalah cara yang digunakan oleh seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan, menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi. Alat ukur yang dipakai sebagai penghimpun data tentang gaya belajar subyek penelitian disalin dari Skala Kecenderungan Gaya Belajar milik Bandler dan Ginder (dalam Gunawan, 2003), namun karena tidak menemukan validitas dan reliabilitasnya, maka Skala Kecenderungan Gaya Belajar yang terdiri dari 36 pernyataan ini akan dilakukan uji validitas reliabilitas ulang.
Gaya belajar dan berfikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya ( Drysdale, Ross, & Schuylts, 2001; Sternberg. 1997). Dari beberapa definisi mengenai berfikiir dan gaya belajar diatas tadi penulis dapat menarik kesimpulan bahwa gaya belajar dan gaya berfikir adalah cara seseorang untuk menerapkan proses belajar dan berfikir mereka dengan kemampuan mereka sendiri.
Berdasarkan jurnal buku yang penulis baca terdapat dua gaya belajar dan gaya berfikir yang sering diperbincangkan adalah gaya implusif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Gaya Impulsif/reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespons dan merenungkab akurasi dari suatu jawaban ( kagan, 1965). Maksudnya adalah murid memiliki waktu yang lama untuk memikirkan jawaban dari sebuah pertanyaan/ permasalahan.Dalam berbagai riset ditemukan bahwa murid yang impulsive seringkali lebih banyak melakukan kesalahan ketimbang murid yang reflektif. Menurut Jonassen dan Grabowsky dalam Santrock mengemukakan murid yangreflektif lebih mungkin melakukan tugas-tugas seperti: mengingat informasi yang terstruktur, membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks, memecahkan permasalahan dan membuat keputusan. Dibandingkan murid yang impulsive, murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi dan lebih baik dalam pelajaran di sekolah.
Gaya mendalam/dangkal, maksudnya adalahsejauh mana murid mempelajari materi belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makna materi tersebut (gaya mendalam) atau sekedar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (gaya dangkal). Murid yang belajar dengan menggunakan gaya dangkal tidak bisa mengaikan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka ruang lingkup yang lebih luas. Mereka cenderung belajar secara pasif dan seringkali hanya mengingat informasi. Sedangkan  pelajar mendalam lebih mungkin untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan member makna pada apa yang perlu untuk diingat. Oleh karena itu, pelajar mendalam biasanya menggunakan pendekatan konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar. Adapun pelajar dangkal lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, seperti pujian dan tanggapan positif dari guru.

KEPRIBADIAN DAN TEMPRAMEN
Sebelum membahas lebih jauh apa definis kepribadian dan tempramen, penulis akan memberitahu terlebih dahulu definisi dari kepribadian menurut para ahli:
Kepribadian adalah suatu perwujudan dari seluruh segi manusiawinya,baik secara lahir maupun batin, serta hubungan kehidupan sosial dan individunya. Dapat juga dirumuskan bahwa “Kepribadian adalah suatu yang dinamis dari semua sistem psikofisik dalam dirinya yang ikut menentukan cara-caranya unik (khas) dalam penyesuaian dirinya dengan lingunganya (Zuhairini Dkk: 2008).
Kepribadian merupakan cara atau gaya keseluruhan tingkah laku individu yang ditunjukkan dalam bentuk sikap, watak, nilai kepercayaan, motif dan sebagainya (Liberty & Spiegler, dlm Feist 2008, dlm Ika 2011).
Sedangkan Feist dan Feist (2009) mendefinisikan kepribadian sebagai sifat, kecenderungan, dan karakteristik individu yang permanen, yang mempengaruhi perilaku individu secara konsisten.
Dari beberapa definisi diatas penulis meyimpulkan bahwa kepribadian adalah gaya atau cara yang telah tertanam dalam diri seseorang yang bersifat sementara tergantung bagaimana seseorang tersebut mengkontrolnya. Mengapa penulis berpendapat bahwa kepribadian tidak bersifat permanen dan berbanding terbalik dengan pendapat Feist (2009) karena menurut penulis kepribadian seseorang itu meliputi watak, sikap, tingkah laku dan lain sebagainya, dan itu dapat berubah tergantung pada diri individu tersebut ingin merubah kepribadiannya menjadi lebih baik lagi atau justru sebalinya menjadi pribadi yang lebih buruk.
Kepribadian individu terdiri atas lima dimensi utama, yang disebut sebagai Big-Five. Lima dimensi tersebut adalah (1)Dimensiopenness, mengacu pada kecenderungan individu untuk mencari kesenangan terhadap pengalaman baru, artistik, keinginan untuk menjadi mandiri, dan imajinatif. (2) Dimensi conscientiousness,mengacu pada kecenderungan untuk menjadi orang yang terorganisir, tekun, bermotivasi, dapat diandalkan, efisien, dan penuh perencanaan. (3) Dimensi extraversion, mengacu kepada kecenderungan untuk dapat bersosialisasi, cerewet, aktif, tegas, optimis, dan antusias. (4) Dimensi agreeableness,mengacu kepada kecenderungan untuk berhati lembut, baik hati, dapat dipercaya, pemaaf, appresiatif, dan suka menolong. dan (5)Dimensi neuroticism, mengacu kepada kecenderungan untuk memiliki ketidakstabilan emosi, ide-ide yang tidak realistis, pencemas, sensitif, mengasihanidiri sendiri.
Dalam buku Psikologi Pendidikan dengan pengaran John W. Santrock definisi tempramen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respons. Disini kami mendefinisikan tempramen sebagai salah satu perbedaan individu yang berbasis konstituen dalam reaktivitas diri, yang dipengaruhi dari waktu ke waktu oleh faktor keturunan dan pengalaman (Rothbart and Bates, 1998; Routhbath and Derryberry, 1981).
Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1977; Thoma & Chess, 1991). Mereka percaya bahwa ada tiga tipe jenis tempramen:
 “anakmudah” (easy child) biasanya memiliki mood yang positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah berpartisipasi dengan pengalaman baru.
“anak sulit” (difficult child) cenderung beraksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri, dan lamban dalam penerima pengalaman baru.
“anak lambat bersikap harga” (jslow-to-worm-child)biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi,dan intensitas mood yg rendah


KESIMPULAN
Keberbagaian individu adalah perbedaan–perbedaan yang ada dalam diri seorang manusia/ tiap-tiap manusia pada aspek tertentu. Variasi individu dibagi menjadi tiga substansi yaitu: 
Intelegensi, adalah inteligensi atau cerdas adalah kemampuan seseorang untuk menggali atau melihat potensi yang ada pada dirinya serta dapat memanfaatkan peluang yang ada disekitarnya.
Gaya berfikir dan Gaya belajar, gaya belajar dan gaya berfikir adalah cara seseorang untuk menerapkan proses belajar dan berfikir mereka dengan kemampuan mereka sendiri.
Kepribadian dan Temperamen, kepribadian yaitu adalah gaya atau cara yang telah tertanam dalam diri seseorang yang bersifat sementara tergantung bagaimana seseorang tersebut mengkontrolnya, sedangkan temperamen adalah temperamen sebagai perbedaan individu berbasis konstituen dalam reaktivitas dan pengaturan diri, yang dipengaruhi dari waktu ke waktu oleh faktor keturunan dan pengalaman.
Kita sebagai seorang calon guru BK, harus mengerti apa makna luasnya dari keberbagaian individu atas variasi individu, supaya kita semua ini mengerti apa itu yang dinamkan intelegensi, seperti apa gaya berfikir dan belajar seorang anak didik, dan bagaimana kita bisa mengetahui kepribadian dari setiap anak didik kita.









DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu, Widodo Supriyono. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Ismienar, Swesty., & Heidi Andrianti.,dkk. 2009. Thinking. (Makalah program fakultas ilmu pendidikan  Universitas Negeri Malang, Malang), h. 1-12, http://psikologi.or,id.
Mukhtar. Hubungan Kecerdasan Intelektual, Emosional Dan Spiritual Dengan Kinerja Guru Pendidikan Jasmani. (Jurnal Sport Pedagogy) Vol. 4. No. 1. h. 10-11.  2014.
Mu’min, Sitti Aisyah. 2014. Variasi Individual Dalam Pembelajaran. (Jurnal Al- Ta’dibn Program Tarbiyah STAIN Sultan Qaimuddin Kendari)., Vol 8.
Santrock, John W. 2013. Psikologi Pendidikan. Jakarta: KENCANA.
Suyanto, Agus. 2006. Psikologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Comments

Popular Posts